Jerawat (acne vulgaris), peradangan
kronik folikel pilosebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran
klinis yang khas, selalu mendapat perhatian bagi para remaja dan dewasa muda.
Melihat angka prevalensi jerawat yang berkisar 79-95% di kalangan remaja dan
dewasa muda, hampir semua orang pernah mengalami masalah jerawat. Jerawat
ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista pada daerah-daerah
predileksi, seperti wajah, bahu, bagian atas dari extremitas superior, dada,
dan punggung (Enny, 2009). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja dan
dewasa muda (14-25 tahun) merupakan kelompok umur dengan insedensi jerawat
terbanyak. Biasanya jerawat akan berinvolusi sebelum usia 25 tahun, namun hal
ini dapat berlanjut sampai usia dewasa. Jerawat terutama timbul pada kulit yang
berminyak berlebihan akibat produksi sebum yang berlebihan di tempat dengan
glandula sebasea yang banyak (Baumann dkk., 2009). Pada remaja terjadi
perubahan fisiologis berupa kenaikan kadar hormon androgen yang kemudian menyebabkan
hiperplasia dan hipertrofi dari glandula sebacea sehingga kulit menjadi cenderung
berminyak.
Anggapan bahwa beratnya akne berhubungan dengan
sekresi sebum mengakibatkan dugaan bahwa makanan dengan kadar lemak dan
karbohidrat yang tinggi dan juga produk yang diolah dari susu dapat memicu
terjadinya akne karena produksi sebum yang lebih komedogenik (karena kadar
lemak darah meningkat) kemudian menyumbat folikel pilosebaseus lalu terjadi ruptur folikel dan inflamasi
(Batya dkk., 2010). Namun demikian masih banyak pula kontroversi mengenai
kaitan intake makanan dengan insidensi jerawat. Kurangnya pengetahuan
tentang kaitan makanan terhadap insidensi jerawat kemudian menimbulkan persepsi
yang simpang siur di masyarakat.
Jerawat
dapat mempengaruhi kualias hidup karena selain memiliki efek psikologis seperti
minder atau malu, biaya perawatan dan pengobatannya pun cukup besar (Lehmann
dkk., 2002). Oleh karena itu, dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu
melakukan pencegahan jerawat tanpa menggunakan obat tertentu, dalam hal ini
terkait dengan gaya hidup berupa pola intake makan.
Etiologi
Penyebab jerawat bermacam-macam (multifaktor), beberapa
yang dianggap berpengaruh diantaranya:
a) Perubahan
pola keratinisasi dalam folikel. Hal ini terkait dengan salah satu patogenesis
jerawat berupa adanya peningkatan keratinisasi dalam folikel pilosebasea
(Baumann dkk., 2009).
b)
Meningkatnya produksi sebum yang menyebabkan
peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi jerawat
(Baumann dkk., 2009).
c)
Terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab
terjadinya proses inflamasi folikel dalam sebum dan kekentalan sebum (Baumann
dkk., 2009).
d)
Peningkatan jumlah flora folikel (Propionibacterium
acnes) yang berperan pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan
enzim lipolitik pengubah fraksi lipid sebum (Baumann dkk., 2009).
e)
Terjadinya respon hospes berupa circulating
antibodies yang memperberat jerawat (Graham-Brown dkk, 2005).
f)
Peningkatan kadar hormon androgen, anabolik,
kortikosteroid, gonadotropin, serta ACTH, yang dapat dipengaruhi oleh faktor
internal tubuh, ataupun konsumsi obat-obatan seperti steroid dan kontrasepesi
oral. Orang dengan hiperandrogenisme memiliki tingkat keparahan jerawat yang
lebih tinggi dibanding yang normal (Chiu dkk., 2003)
g)
Faktor psikis. Jerawat dimasukkan dalam psychocutaneus
disorder. Faktor emosional dan gangguan psikis dapat mencetuskan penyakit
kulit, dapat menginduksi serangan baru atau memperburuk keadaan penyakit.
Stress psikis dapat meningkatkan kadar androgen dalam darah (Syamsulhadi dkk,
2002).
h) Genetik.
Seorang anak yang orangtuanya memiliki riwayat jerawat akan memiliki resiko
sebesar 60% untuk menderita jerawat. Sementara jika memiliki saudara kandung
dengan riwayat jerawat, maka resiko seseorang juga menderita jerawat sebesar
80%. Selain itu, pasien dengan jerawat memiliki sensitivitas lebih
terhadap hormon androgen. Tingkat sensitivitas ini mempengaruhi derajat
keparahan, durasi keaktifan lesi, dan persebaran lesi jerawat (Xu dkk., 2007).
i) Ras. Ras
Kaukasoid cenderung lebih beresiko menderita jerawat disbanding ras Mongoloid
dan Negroid (Smith, 2007).
j) Usia.
Prevalensi tertinggi jerawat ada pada kelompok usia remaja dan dewasa muda,
yaitu 79-95%(Graham - Brown dkk, 2005).
k) Makanan.
Pengaruh makanan terhadap jerawat masih kontroversi. Beberapa penelitian
mengatakan ada makanan tertentu yang berpengaruh terhadap jerawat, namun ada
pula yang mengatakan tidak berpengaruh. Namun kebanyakan penelitian dilakukan
di negara yang didominasi ras Kaukasoid dan dengan pola makan western diet.
Penelitian yang dilakukan di wilayah Asia masih jarang yang terpublikasikan.
l) Faktor
lain: kosmetik, musim, trauma (Graham-Brown dkk, 2005).
Patogenesis
Ada empat hal yang menjadi kunci pathogenesis
munculnya jerawat, yaitu: (1) hiperproliferasi keratinosit folikuler (2)
produksi sebum yang berlebihan (3) kolonisasi Propionibacterium acne (4)
proses inflamasi (Graham-Brown dkk, 2005).
Unit pada kulit yang sangat berperan dalam patogenesis
jerawat adalah folikel pilosebasea. Proliferasi yang berlebih dan peningkatan
kohesi antar sel terjadi di bagian infundibulum folikel yang diakibatkan oleh
beberapa faktor, seperti: stimulasi androgen, penurunan kadar asam linoleat
pada kulit, dan peningkatan aktivitas IL-1α. Kondisi ini menyebabkan retensi
sebum yang kemudian terjadi dilatasi infundibulum (Graham-Brown dkk, 2005).
Pada pasien jerawat terjadi peningkatan kadar
sebum yang terjadi akibat peningkatan konversi hormon androgen menjadi bentuk 5
alfa dihidrotestosteron. Sebum merupakan komponen yang tersusun atas skualen,
wax (lilin), ester dari sterol, kolesterol, lipid polar, dan trigliserida.
Kenaikan abnormal dari kadar sebum menjadi faktor terjadinya deskuamasi dan
hiperkeratinisasi. Bertambahnya erupsi korneosit di saluran pilosebasea,
pelepasan korneosit yang tidak adequat, atau kombinasi keduanya menyebabkan
penumpukan korneosit dalam saluran pilosebasea. Penumpukan korneosit dan sebum menyebabkan
munculnya gambaran komedonal (Baumann dkk., 2009).
Kenaikan jumlah sebum berarti terjadi pula
kenaikan kadar trigliserida, yang merupakan salah satu komponen penyusun sebum.
Trigliserida dipecah oleh propionibacterium acne menjadi asam lemak bebas
yang bersifat iritatif dan komedogenik. Asam lemak bebas menyebabkan
peningkatan kolonisasi propionibacterium acne di kulit. Kenaikan sekresi
sebum tidak disertai kenaikan kadar asam linoleat dalam sebum. Defisiensi asam
linoleat dalam epitel folikel menimbulkan hiperkeratosis folikuler dan
penurunan fungsi barrier dari epitel, yang kemudian membuat dinding
komedo mudah tertembus mediator inflamasi. Pada 24 jam pertama, ditemukan CD 4+
di sekitar dinding folikel dan CD 8+ di sekitar pembuluh
darah. Limfosit adalah sel yang dominan ditemukan. Setelahnya sel dominan
berganti menjadi neutrofil. Kejadian inflamasi ini terus berputar sehingga
memungkinkan terjadi perkembangan lesi jerawat (Baumann dkk., 2009).
Gambaran Klinis
Predileksi jerawat adalah tempat dimana banyak
ditemukan folikel pilosebasea, yaitu pada bagian wajah, bahu, lengan bagian
atas, dada bagian atas, dan punggung bagian atas. Lesi berpusat pada daerah
pori-pori kulit. Kebanyakan penderita jerawat datang ke klinik dengan keluhan
kosmetik, walaupun jerawat dapat juga menimbulkan keluhan berupa rasa gatal.
Lesi jerawat secara garis besar dibagi menjadi
lesi non-inflamatif, inflamatif, dan jaringan parut yang terjadi sebagai
komplikasi kedua lesi lainnya. Lesi non inflamatif adalah komedo, baik komedo
putih atau komedo tertutup (whitehead comedo) maupun komedo hitam atau
komedo terbuka (blackhead comedo). Komedo merupakan gejala patognomonis
bagi jerawat yang berupa papul milier dengan sumbatan sebum di tengahnya.
Komedo hitam mengandung melanin karena letaknya superfisial, sementara komedo
putih letaknya lebih dalam sehingga tidak lagi terdapat melanin. Lesi
inflamatif terdiri dari papul, pustul, nodul, dan kista. Lesi ini muncul akibat
adanya proses inflamasi di superfisial maupun profunda yang menyertai ruptur
mikroskopik komedo. Papul dan pustul terjadi di bagian superfisial kulit,
sementara nodul dan kista terjadi di bagian yang lebih profunda. Jaringan parut
merupakan lesi yang terjadi sebagai komplikasi lesi inflamatif maupun
non-inflamatif. Jaringan parut dapat dibagi menjadi empat tipe, yaitu rolling,
boxscar, icepick, dan hypertrophic.
Dalam penerapan klinisnya jerawat
diklasifikasikan menurut derajat keparahannya. Klasifikasi ini dilakukan untuk
menentukan jenis pengobatan, dan sebagai acuan follow-up keberhasilan
terapi.
Klasifikasi jerawat menurut Lehmann dkk (2002)
dibagi menjadi tiga kelompok:
- derajat ringan, dengan ketentuan: Bila terdapat kurang dari 20 lesi non-inflamatif, atau bila terdapat kurang dari 15 lesi inflamatif, atau bila total lesi kurang dari 30
- derajat sedang, dengan ketentuan: Bila terdapat 20-100 lesi non-inflamatif, atau bila terdapat 15-50 lesi inflamatif, atau bila total lesi 30-125.
- derajat berat, dengan ketentuan: Bila terdapat lebih dari 5 kista, atau bila terdapat lebih dari 100 lesi non-inflamatif, atau bila terdapat lebih dari 50 lesi inflamatif, atau bila total lesi lebih dari 125
MAKANAN DAN JERAWAT? *sengaja dibikin gede, buanyak banget yang nanyain soalnya haha
Beberapa penelitian menemukan adanya kaitan
diet dengan kejadian jerawat. Sebuah penelitian yang dilakukan Smith, dkk.
(2007) membuktikan bahwa diet LGL ( Low Glycemic Load) menurunkan simptom pada jerawat.
Pada penelitian tersebut juga ditemukan grup kontrol mengkonsumsi lemak jenuh
lebih banyak dibanding grup diet LGL. Diet indeks glikemik, lemak, dan
kandungan susu tinggi diduga mempengaruhi insidensi jerawat. Hal ini terkait
dengan pengaruh hormonal dari komponen diet tersebut yang memicu mediator
pro-inflamatori dan meningkatkan kadar sebum. Meskipun demikian masih cukup
banyak kontroversi antara kaitan intake makanan dengan kejadian jerawat,
beberapa penelitian yang dilakukan di daerah barat (Eropa dan Amerika) menunjukkan
hasil positif sedangkan beberapa lainnya menunjukkan hasil negatif (Spencer,
dkk.,2009). Penelitian lain dilakukan di Korea dengan meneliti makanan yang
biasa dimakan di daerah tersebut, baik Western food maupun makanan lokal.
Hasilnya menunjukkan ada beberapa makanan non-Western yang dianggap
mempengaruhi insidensi jerawat, yaitu junk food, minuman bersoda,
keripik, keju, babi, ayam, kacang, dan rumput laut (Jung, dkk. 2010). Sebuah
penelitian terbaru dilakukan di Indonesia yang menilai pengaruh intake
tempe terhadap insidensi jerawat dan hasilnya menyatakan ada pengaruh yang
signifikan secara statistik. Namun demikian, penelitian tersebut tidak
memperhitungkan variabel makanan lain yang mungkin berpengaruh
(Zulfitrah,2012). Penelitian
berikutnya oleh Chiu dkk (2003) yang melibatan 22 sampel juga mendukung hasil
peneiltian ini. Penelitian tersebut menunjukkan hasil korelasi negatif antara
diet dan keparahan jerawat (r=-0,5, P=0,02).
Penelitian lain yang dilakukan oleh
Adebamowo, dkk (2005) dan melibatkan 47.355 sampel wanita menemukan adanya
pengaruh intake susu terhadap insidensi jerawat (P=0,002), namun tidak
dapat membuktikan adanya pengaruh komponen makanan lain.
Penelitian uji klinis dilakukan oleh Smith,
dkk. (2007) dengan model randomized controlled trial pada 43 sampel pria
usia 15-25 tahun menguji pengaruh diet low-glicemic-load terhadap
perbaikan simptom jerawat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan diet low-glicemic-load
seperti ayam, ikan, roti gandum, pasta, dan buah menunjukkan perbaikan
simptom lebih baik dibanding grup kontrol (P=0,03). Makanan berindeks glikemik
tinggi mempengaruhi derajat keparahan jerawat
Penelitian lainnya dilakukan di Korea oleh
Jung, dkk (2010) melibatkan 783 pasien jerawat dengan metode cross-sectional
menunjukkan hasil adanya beda frekuensi yang lebih tinggi signifikan pada
makanan tertentu pada pasien jerawat dibanding kontrol, antara lain: junk
food (P=0,002), minuman bersoda (P=0,005), keripik (P=0,001), keju
(P=0,04), babi (p=0,02), ayam (P=0,001), kacang (P=0,002), dan rumput laut
(p=0,003).
Note: hasil penelitian itu bermakna kalo p kurang dari 0,05 yaa temantemaan
Nah sekian sedikit sharing tentang jerawat. Semoga bermanfaat :D
Nah sekian sedikit sharing tentang jerawat. Semoga bermanfaat :D